Sms Pengaduan :
news_img
  • ADMIN
  • 06-04-2020
  • 457 Kali

Adakah Sosok Kartini Di Sumenep?

Media  Center, Senin ( 06/04 ) Kartini dalam perkembangannya tidak hanya menjadi nama bagi putri R. M. A. A Sosroningrat Rembang.

Pelan namun pasti, Kartini menjadi peradaban. Ia berubah menjadi simbol pergerakan kaum hawa di Nusantara.

Kartini-Kartini lainnya bertaburan di beberapa pelosok negeri. Karena Kartini adalah cita-cita. Kartini merupakan nama lain dari perjuangan perempuan dalam konteks membangun dan merawat peta yang bernama Nusantara ini.

"Kartini juga ada di Madura. Kartini juga ada di Sumenep. Karena Kartini adalah ruh dari perjuangan perempuan," kata Rabiatul Adawiyah, salah satu warga Sumenep pada Media Center, Senin (06/04/2020).

Kendati begitu, konteks Kartini masa kini, imbuh ibu tiga anak ini berbeda dengan Kartini masa penjajahan dulu. Perjuangan Kartini masa kini juga disebut perempuan yang berprofesi sebagai guru ini tidak sama dengan Kartini tempo doeloe.

"Kalau ditimbang mana lebih berat perjuangannya tergantung dari sudut pandang setiap orang ya. Karena jika yang dahulu untuk mengeluarkan perempuan dalam ruang kegelapan, jika sekarang ialah bagaimana menjaga eksistensinya di tempat yang terang benderang," imbuh Rabiatul.

Secara historis, kondisi dan situasi Sumenep tempo doeloe hampir tidak jauh beda dengan pulau Jawa khususnya. Budaya membuat kaum hawa mengalami keterkungkungan. Meski dobrakan-dobrakan yang sifatnya kasuistik dan sama sekali tidak massif juga ada.

Perempuan dididik dan dipersiapkan sebagai garda domestik. Memimpin anak-anak suaminya. Mengabdikan jiwa raga dalam wilayah rumah tangga. Namun kehadiran agama Islam khususnya, memberikan penyeimbang. Tidak sedikit kesuksesan dalam perjuangan yang di belakangnya maupun di depannya, ada peran sosok perempuan.

Rifqil Izzah, seorang perempuan karir di Sumenep berpendapat bahwa sebelum Kartini, pergerakan perempuan untuk ikut andil dalam pembangunan dan perjuangan sudah ada. Namun, mungkin belum mendapat tempat dalam lembaran sejarah.

“Karena keinginan untuk berpartisipasi dalam perjuangan bukan semata ingin menyaingi peran laki-laki, namun memberikan sumbangsih tenaga maupun pikiran,” katanya. ( Han, Fer )