Sms Pengaduan :
news_img
  • ADMIN
  • 18-09-2017
  • 1526 Kali

K. Astamana Dan K. Andasmana, Leluhur Ulama Dan Umaro

Media Center Senin ( 18/09 ) Nama Kiai Astamana dan Kiai Andasmana, dua bersaudara di bumi Parongpong terus melegenda. Tidak hanya ketinggian maqom dalam hal kewaliyan, dan keilmuan. Lebih dari itu dari keduanyalah bermunculan tokoh-tokoh besar di Sumenep dan hingga keluar bumi Jokotole ini. Tokoh-tokoh besar dalam duet ulama-umaro.

“Hampir seluruh kiai-kiai pengasuh pesantren-pesantren besar di Sumenep, Pamekasan hingga daerah tapal kuda saat ini memiliki hubungan darah dengan Kiai Astamana dan Kiai Andasmana. Dalam wilayah pemerintahan, penguasa keraton Sumenep sejak abad 18, dan hampir seluruh adipati atau bupati di daerah tapal kuda juga keturunan beliau. Yaitu penguasa di abad 19 dan setelahnya,” kata R B Muhlis, salah satu pemerhati sejarah di Sumenep, pada Media Center.

Siapakah Kiai Astamana dan Kiai Andasmana? Dalam catatan kuna silsilah keraton Sumenep maupun Babad Songennep karya Werdisastra, keduanya merupakan putra dari Pangeran Bukabu. Namun ada perbedaan versi. Menurut catatan silsilah keraton, Pangeran Bukabu adalah putra Pangeran Mandaraga dengan Nyai Gede Kentil, putri Sunan Kulon bin Sunan Giri. Sedang menurut babad juga sama, namun tanpa menyebut pihak ibu Pangeran Bukabu. Hanya saja, di silsilah keraton, Pangeran Mandaraga adalah putra Panembahan Kalijaga bin Sunan Kudus. Berbeda dengan versi babad.

Juga, jika ditelusuri lebih lanjut, dalam babad, Pangeran Bukabu adalah raja Sumenep bernama Notoprojo, pengganti ayahnya, Mandaraga. Namun jika kemudian dipadukan dengan catatan Sumenep maka akan terjadi kejanggalan. Pasalnya dalam daftar penguasa Sumenep, Pangeran Bukabu adalah raja di kurun 1300-an Masehi. Tentu akan aneh menyambungkan nasabnya ke Sunan Giri sekaligus Sunan Kudus yang hidup sejak paruh pertama 1400-an Masehi.

“Sehingga ada asumsi, nama sama, tapi orang berbeda,” kata Muhlis.

Sehingga dengan demikian, menurut Muhlis perlu dilakukan kajian sejarah dalam hal itu. Karena banyak sumber yang mengutip silsilah keraton maupun babad Sumenep dan memadukannya. “Harus melibatkan pakar sejarah dan nasab,” imbuhnya.

Kembali pada Kiai Astamana dan Kiai Andasmana, hingga kini, pasarean keduanya di Parongpong ramai diziarahi banyak orang. Pasarean Astamana sudah mengalami perubahan dari bentuk aslinya. Sedangkan Pasarean Andasmana masih asli.

“Sebenarnya, yang Kiai Andasmana memang pernah dikeramik juga. Tapi hingga berapa kali selalu lepas keramiknya dari badan kijing aslinya. Akhirnya, tidak ada yang berani lagi mengeramik. Mungkin Beliau ta’ kasokan,” kata Faiqul Khair, salah satu tokoh muda Parongpong.

Kiai Astamana menurunkan kiai-kiai Parongpong setelahnya. Sedangkan Kiai Andasmana menurunkan Kiai-kiai di Sendir, Lenteng. Dari paduan keduanya muncullah ulama dan umara yang tersebar di Sumenep dan sebagian besar Jawa Timur. Salah satu keturunan keduanya Kiai Abdul Qidam yang menurunkan Bindara Saut, pembuka dinasti terakhir keraton Sumenep. Menurut keluarga Raba, Pademawu, Kiai Abdul Qidam ini juga leluhur kiai-kiai di Nongtenggi, Pakong; yaitu leluhur Kiai Ismail di Kembangkuning, Pamekasan. Kiai Ismail ini menurunkan banyak kiai, di antaranya Kiai As’ad Sukorejo, Kiai Zaini Paiton, dan lain-lain. ( M. Farhan M, Esha )