News Room, Jumat ( 28/10 ) Tidak adanya kejelasan icon budaya di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, membuat sepuluh mahasiswa yang tergabung dalam Mahasurya Sumenep, Jumat (28/10/2016) pagi, menggelar aksi teatrikal kebudayaan di depan Kantor Pemerintah Kabupaten setempat.
Dalam aksi teatrikalnya, para aktivis mengenakan baju budaya tradisional sambil membawa dan menabuh seperangkat alat gamelan. Bahkan, mereka juga menari dan membawa nasi tumpeng.
“Kami sebagai mahasiswa di Sumenep cukup kecewa dan berkecil hati. Meskipun sudah berusia 747 tahun, ternyata Kabupaten tercinta ini tidak memiliki icon budaya,” terang Korlap Aksi, Bisri Gie, Jumat (28/10/2016).
Menurutnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, hanya disibukkan dengan rencana menjual budaya dan pariwisata. Namun, konsep dan iconnya tidak jelas.
“Bagaimana Sumenep bisa dikenal oleh masyarakat luar, kalau iconnya saja tidak jelas. Tolonglah perhatikan secara serius soal konsep budaya,” pintanya.
Bisri mengaku jika kondisi semacam ini dibiarkan tanpa ada perhatian, maka rencana Kunjungan Wisata 2018 tidak akan bisa terwujud.
“Untuk apa punya rencana, jikalau konsepnya saja tidak kunjung matang. Apalagi kami pernah mengadakan kongkow-kongkow budaya, tapi ternyata tidak ada respon dari pemerintah,” terangnya.
Aksi Mahasurya berhenti ketika Inspektur Inspektorat Kabupaten Sumenep, R. Idris, MM bersama Assisten I Setkab Sumenep, Sustono, turun menemui para pendemo. Menyambut kedatangan pejabat itu, salah satu pendemo menyodorkan nasi tumpeng untuk dipotong dan diberikan kepada tukang becak yang berada di sekitar areal kantor Pemkab Sumenep.
Idris mengungkapkan, bahwa keluhan Mahasurya akan ditampung dan dilaporkan kepada Bupati Sumenep, untuk ditindaklanjuti.
Usai membagi-bagikan potongan nasi tumpeng dan mendengarkan penjelasan tersebut, para aktivis Mahasurya langsung membubarkan diri. ( Nita, Fer )