Sms Pengaduan :
news_img
  • ADMIN
  • 21-03-2018
  • 3875 Kali

Kisah Pangeran Le’nan Hamzah, Kandidat Raja Sumenep Yang Sufi

Media Center, Rabu ( 21/03 ) Sultan Abdurrahman Pakunataningrat, penguasa Sumenep yang memerintah pada 1811-1854 dikenal sebagai sosok penguasa agung di Sumenep. Nama dan kepribadiannya melegenda hingga kini. Begitu juga keturunan dari cucu Bindara Saut ini banyak yang menjadi sosok keramat. Salah satunya Pangeran Letnan Kolonel Kusuma Sinerangingrana atau Pangeran Le’nan.

Dalam beberapa literatur Sumenep, Pangeran Le’nan merupakan satu di antara empat anak laki-laki Sultan Sumenep yang ditunjuk sebagai pemimpin angkatan perang. Tiga lainnya ialah Pangeran Kolonel atau Kornel Kusumo Sinerrangingalaga, Pangeran Letkol Kusumosinerrangingyuda, dan Pangeran Mayor Candraningprang.

Di antara keempat bersaudara itu Pangeran Le’nan yang tertua sekaligus dikenal kepiawaiannya di bidang seni perang. “Beliau juga dikenal sebagai putra Sultan yang paling linuih,” kata R. Alim, salah satu keturunan Pangeran Le’nan.

Berbagai ekspedisi perang diembankan pada Pangeran Le’nan. Salah satu yang terkenal ialah ekspedisi perang ke Aceh.

Menurut beberapa kalangan pemerhati sejarah di Sumenep, ekspedisi itu terkait dengan pemadaman perlawanan rakyat setempat. Wilayah Madura, termasuk Sumenep memang sering dimintai bantuan oleh Kolonial Belanda untuk memadamkan perlawanan kedaerahan itu. “Itu fakta sejarah. Namun ini bukan sesuatu yang memalukan. Karena situasi politik masa itu memang menuntut demikian,” kata Edhi Setiawan, salah satu penulis Sejarah Sumenep (SS) 2003.

Dalam beberapa catatan tentang ekspedisi Pangeran Le’nan itu seakan disimpulkan bahwa Sumenep berperang dengan pejuang-pejuang Aceh. Namun salah satu pemerhati sejarah Sumenep, RB. Hairil Anwar menemukan fakta baru terkait hal itu.

“Di Aceh justru ada catatan tentang sosok Pangeran Le’nan. Beliau di sana dikenal dengan Pangeran Hamzah dari Sumenep. Sosok beliau di sana justru disegani dan harum namanya. Pangeran Le’nan di Aceh justru tidak mengangkat senjata alias berperang. Melainkan beliau mengajar ngaji. Banyak santrinya di sana. Orang-orang Aceh bahkan mengakui kealimannya,” kata anggota TACB Sumenep ini.

Selepas dari Aceh, Pangeran Le’nan disebut mengasingkan diri dari keduniawian. Bahkan menurut riwayat keturunannya di Kampung Pangeran Le’nan Kepanjin, di usia sepuhnya, jasad beliau tidak kelihatan. Konon, kedatangannya hanya terdengar dari derap langkah kuda tunggangannya. “Di antara putra Sultan memang beliau yang dikenal paling tinggi ilmu kesaktiannya,” kata RB. Ainurrahman salah satu keturunan Pangeran Le’nan lainnya.

Salah satu versi lain menyebut bahwa menghindarnya Pangeran Le’nan dari keduniawian pasca “kekalahannya” dalam menduduki kursi raja. Konon, beliau yang memang dikenal sakti kalah dengan adiknya yang notabene sakit lumpuh.

“Kalau para sesepuh justru mengatakan bahwa Pangeran Le’nan itu mengalah, bukan kalah. Beliau disebut menjaga perasaan adiknya yang secara fisik memang dalam keadaan sakit lumpuh,” kata RB. Ja’far Sadiq, yang juga keturunan Pangeran Le’nan di Sumenep.

Seperti diketahui, Sultan Sumenep diganti oleh putranya yang bernama Panembahan Mohammad Saleh, yang bergelar Natakusuma II. Sementara Pangeran Le’nan yang mundur dari lingkungan keraton memilih lebih banyak berkhalwat. Dari kisah turun-temurun bahkan sang Pangeran ini berwasiat agar jenazahnya kelak tidak dikebumikan di Asta Tinggi. Hal itu karena beliau tidak ingin dimuliakan, dan menganggap sama seperti orang kebanyakan.

Makam sang Pangeran memang tidak berada di kawasan utama Asta Tinggi. Pasarean beliau berada di kampong Banasokon, di sebuah dataran tinggi. “Beliau memang bersumpah bahkan tidak bersedia dikuburkan di Asta Tinggi,” imbuh Ja’far. ( M. Farhan M, Esha )