Sms Pengaduan :
news_img
  • ADMIN
  • 13-10-2017
  • 1559 Kali

Mengenal Asal-usul Desa Patean Dan Desa Muangan

Media Center, Jumat ( 13/10 ) Sebelumnya, Media Center mengurai asal-usul Desa Sendir di Kecamatan Lenteng, meski dengan cukup singkat. Seperti yang disebut dalam berita tentang Sendir tersebut, Desa yang dibabat oleh Kiai Rahwan itu berbatasan dengan Desa Patean. Sebuah Desa yang kini secara administratif masuk kawasan Kecamatan Batuan.

Ternyata, asal-usul penamaan Desa Patean ini masih berkaitan dengan tokoh-tokoh awal di Sendir. Salah satu keturunan Kiai Rahwan, yaitu yang bernama Kiai Abdurrahman semenjak kecil dikenal memiliki banyak keistimewaan yang tak dijumpai pada diri anak-anak pada umumnya. Beliau bahkan dikenal memiliki “karomah” sejak masih belum dewasa. Setiap yang dikata Kiai Abdurrahman, konon selalu terjadi.

“Siang hari yang panas, saat Kiai Abdurrahman berkata ‘hujan’, maka tak lama setelah itu langsung mendung, disertai turunnya hujan,”kata salah satu pemerhati sejarah di Sumenep, RP. M. Mangkuadiningrat, pada Media Center.

Karena kelebihan yang dimilikinya, ayah Kiai Abdurrahman melarang sang buah hati bermain dengan anak-anak sebayanya. Beliau lantas menitipkan Kiai Abdurrahman pada salah satu ulama Sumenep yang dikenal waliyullah di masanya, Kiai Imam, di Desa Pandian. Namun di sana, Kiai Abdurrahman tidak mengaji, malah memiliki kebiasaan aneh.

“Beliau suka mengadu anjing dan celeng (babi hutan),”kata Mangkuadiningrat.

Kiai Imam yang waskita, lantas memanggil Kiai Abdurrahman. “Nak, seandainya dunia ini perahu, engkau adalah tiangnya. Pulanglah, dan hentikan kebiasaanmu itu,”kata Kiai Imam, seperti dikatakan Mangkuadiningrat.

Kiai Abdurrahman lantas dikisahkan melepas anjing peliharaannya. Anjing sekaligus celeng yang biasa diadu beliau dilepasnya di kawasan selatan. Sebuah versi dari Desa Sendir, Anjing itu dibunuh Kiai Abdurrahman di sebuah tempat, tepat di arah Timur Sendir.

“Ayah Kiai Abdurrahman menyuruh beliau, agar menyingkirkan anjing itu karena najis. Kiai Abdurrahman membunuh anjing tersebut. Nah, tempat dibunuhnya anjing itu dikenal dengan Patean, yaitu yang hingga kini menjadi nama sebuah Desa,”kata Imam Alfarisi, salah satu pemerhati sejarah lainnya, yang berlatar belakang Desa Sendir.

Bangkai anjing itu, menurut Imam, berdasar kisah tutur di Sendir, lantas dibuang ke arah selatan. Tempat itu dikenal dengan nama Muangan. Yaitu sebuah Desa di kawasan Kecamatan Saronggi.

Versi Sendir ini memang mirip dengan kisah di lingkungan keluarga Keraton Sumenep. Seperti yang dikatakan Mangkuadiningrat, setelah menerima dawuh Kiai Imam, Pandian, Kiai Abdurrahman membawa anjing dan celeng yang biasa diadunya itu ke sebuah tempat yang kini bernama Muangan. “Berasal dari kata buang. Kiai Abdurrahman membuang anjing dan celeng itu di sana,”kata Mangku.

Kiai Abdurrahman dikisahkan mengelana ke arah barat hingga ke Sampang. Di sana beliau berguru pada Kiai Aji Gunung. Oleh sang guru yang juga mukasyafah itu, Kiai Abdurrahman “diusir” karena diketahui merupakan calon wali agung.

Kiai Abdurrahman mengikuti petunjuk sang guru itu bermukim di kawasan Rawa, di Pamekasan. Beliau lantas dikenal dengan karomahnya yang membebaskan Pamekasan dari kemarau panjang. Beliau dikenal dengan gelar Kiai Agung Raba. Salah satu keponakan beliau ialah Kiai Abdullah alias Bindara Bungso, ayah Bindara Saut, Raja Sumenep dinasti terakhir. ( M. Farhan M, Esha )