Sms Pengaduan :
news_img
  • ADMIN
  • 30-05-2018
  • 847 Kali

Raden Bagus Hasan, Peletak Batu Pertama Ponpes Loteng

Media Center, Rabu ( 30/05 ) Nama Pondok Pesantren Loteng di Pasarsore, Kelurahan Karangduak Sumenep hingga detik ini tak asing di telinga banyak orang. Kendati dari segi perkembangannya sudah tidak sejaya awal hingga pertengahan berdirinya. Dan dibanding nama besar Ponpes Loteng, mungkin banyak yang tak populer dengan nama peletak batu pertama Ponpes ini: Raden Bagus Hasan.

Pantauan Media Center, Ponpes Loteng memang berbeda dengan Ponpes lain di Sumenep. Meski ketokohan kiai memiliki nilai lebih di mata awam, di masa lampau, khususnya era keratonisasi, kalangan bangsawan lebih memiliki aura ketokohan dibanding para kiai. Apalagi, di Sumenep trah keraton dinasti terakhir berasal dari kalangan kiai juga. Tidak semata kiai "normal" yang alim dan mengajar ngaji, lingkaran kiai yang memiliki garis genealogi sebagai asal-usul dinasti terakhir itu menyimpan banyak karomah yang memiliki magnet hingga kini. Sebut saja, para Kiai kuna di Sendir, Parongpong, Lambung, dan Batuampar yang hingga kini menjadi rute ziarah yang tak terlewatkan bagi peziarah yang biasa ke Asta Tinggi.

"Tak jarang, para peziarah bertanya siapa yang memiliki kaitan darah atau asal-usul Bindara Saut sebagai pembuka dinasti terakhir, " kata R. B. Ja'far Sadiq, salah satu anggota keluarga Keraton Sumenep.

Kembali pada Loteng, Ponpes ini memang bisa dikata unik. Sejarah berdirinya bahkan berawal dari sebuah markas militer. Ya, sebutan Loteng memang mengacu pada Dalem atau rumah salah satu putra Sultan Sumenep, Abdurrahman, cucu Bindara Saut; yakni pangeran Kornel Nawawi. Rumah itu memang luas dan megah, serta berlantai dua. Konon di abad 19, rumah itu juga menjadi markas pengintai. Pangeran Kornel kebetulan ialah Kepala Angkatan Perang Penjaga Pintu Utara.

"Salah satu cucu Pangeran Kornel menikah dengan Raden Bagus Hasan, yang dikenal sebagai alim besar di Sumenep, " kata R. Aj. Sudah, cicit Raden Bagus Hasan.

Raden Bagus Hasan merupakan keluarga besar Sultan juga. Ibunya, Raden Ajeng Zubaidah adalah Putri Pangeran Le'nan Hamzah, kakak Pangeran Kornel yang dikenal linuih dan sufi. Ayah Raden Bagus Hasan ialah Kiai Muharrar, putra Kiai Daud Barangbang, yang dikenal sebagai ulama dan waliyullah besar di masanya.

Kehadiran Raden Bagus Hasan di Loteng membawa angin perubahan. Gus Hasan, panggilan beliau, yang diperkirakan hidup di paruh kedua 1800-an hingga 1933 ini rupanya menjadi magnet para pencari ilmu di Sumenep. Lambat laun, Loteng pun dikenal sebagai pesantren yang bernilai plus, karena diasuh oleh keluarga bangsawan utama.

"Kalau sejak berdirinya, tak sembarang santri bisa masuk. Bukan karena pilih kasih, tapi karena Raden Bagus Hasan tidak menerima santri kalau tak mendapat petunjuk. Waktu itu beliau membatasi santri hingga 10 orang. Pernah ada yang memaksa nyantri, nah, yang kesebelas itu lantas jadi gila. Begitu seterusnya, sehingga tak ada yang berani nyantri kalau tanpa ijin Gus Hasan, " kata R. B. Ali Rahmat, salah satu pengasuh saat ini.

Loteng sejak di masa Gus Hasan dikenal dengan kedalaman ilmu fiqhnya. Di masa itu, salah satu putranya R. B. Muharrar yang dikenal zahid, dikenal juga dengan kedalaman ilmu tauhidnya. Gus Hasan diganti oleh adik Gus Muharrar bin Hasan, yaitu R. B. Abdul Latif, lalu R. B. Murtadla bin Hasan, kemudian R. B. Abdullah bin Abdul Latif.

Selepas Gus Hasan, santri sudah tak lagi dibatasi, dan di masa Gus Abdullah, Ponpes ini mulai membuka lembaga pendidikan formal. ( M. Farhan M, Esha )