Sms Pengaduan :
news_img
  • ADMIN
  • 18-06-2009
  • 317 Kali

DPRD Serukan Aktif Pantau Migas

DPRD Sumenep News: Minimnya perolehan Pemerintah Kabupaten Sumenep dari bagi hasil pengelolaan eksploitasi dan eksplorasi Migas di Kabupaten Sumenep mendapat perhatian DPRD Sumenep. Melalui Komisi B, DPRD 3 Juni Lalu, DPRD melayangkan rekomendasi kepada eksekutif agar pemerintah daerah kedepan lebih aktif memantau pengelolaan migas tersebut. “Guna mengetahui secara pasti dan akurat megenai data penghitungan lifting migas yang dilakukan oleh pihak Dirjen Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan RI, maka diharapkan Pemerintah Kabupaten Sumenep dengan BP Migas melakukan pemantauan mengenai data lifting ke KKKS yang beroperasi di wilayah Kabupaten Sumenep secara periodik”, demikian salah satu bunyi dari rekomendasi DPRD. Selain itu tertuang dalam isi rekomendasi bahwa Pemerintah Kabupaten Sumenep diharapkan menginventarisasi KKKS, baik yang telah melakukan eksploitasi maupun eksplorasi di Kabupaten, guna mengetahui status operasionalnya dan besaran produksi liftingnya. “Pemerintah Kabupaten Sumenep meminta kepada Pemerintah Pusat untuk melakukan peninjauan ulang terhadap kontrak atau MoU pelakasanaan operasional eksploitasi maupun eksplorasi migas, sehingga daerah penghasil migas mendapatkan prioritas keuntungan dari dana bagi hasil migas”. Rekomendasi dilayangkan Komisi B, setelah komisi yang membidangi masalah perekonomian dan keuangan melakukan konsultasi dan koordinasi pada tanggal 18 s/d 19 Mei 2009 tentang Alokasi Dana Bagi Hasil Migas dan Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau ke Dirjen Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan RI di Jakarta. Selain di Dirjen Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan RI, Komisi B juga melakukan konsultasi dan koordinasi mengenai Penetapan Daerah Penghasil dan Dasar Penghitungan Bagian Daerah Penghasil Migas Tahun 2009 di Dirjen Migas Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral RI di Jakarta. Dari hasil konsultasi dan koordinasi Dirjen Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan RI, diperoleh kejelasan, bahwa menurut penjelasan Kasubdin Pajak Dana Bagi Hasil, HARMEO MAHAR, mekanisme perhitungan Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Migas terdiri dari : pertama, Data realisasi liring dan gross revenue yang diterima oleh Ditjen Migas. DESDM adalah realisasi liring dan gross revenue per-daerah penghasil; Kedua, dari realisasi PNBP yang diterima dari Dit. PNBP Ditjen Anggaran Depkeu adalah realisasi PNBP per KKKS; Ketiga, Untuk itu diperlukan pola sebaran yang tepat (atau paling tidak bisa mendekati) untuk membagi PNBP per KKKS ke masing-masing daerah penghasil; dan ketiga, Karena realisasi PNBP per KKKS dalam bentuk satuan mata uang, maka digunakan pendekatan rasio gross revenue. Sedangkan menyangkut prinsip penyaluran DBH SDA yang diberikan kepada daerah penghasil maupaun bukan penghasil adalah, Daerah penghasil mendapat porsi yang lebih besar dari daerah lain yang berada dalam provinsi tersebut (pemerataan), dan Penyaluran DBH SDA berdasarkan realisasi penerimaan negara per-triwulan. Adapun terkait dengan Permenkeu Nomor : 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 17/PMK.07/2009 tentang penetapan Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam, Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2009, diperoleh kejelasan bahwa, perubahan tersebut mengacu pada menurunnya harga minyak bumi dan gas bumi. Diketahui pada rencana awal harga minyak dan gas diperkirakan US $ 80/barel, namun mulai Bulan Oktober Tahun 2008 s/d awal Tahun 2009 turun secara drastis menjadi US $ 45/barel. Dengan adanya penurunan harga migas tersebut, kemudian dilakukan revisi dan menghitung ulang penerimaan Dana bagi hasil Migas. Sementara menurunnya penerimaan dana bagi hasil migas untuk Kabupaten Sumenep Tahun 2009 dari Tahun sebelumnya atau hampir sama penerimaannya dengan daerah yang bukan penghasil migas, dikarenakan kontribusi produksi lifting migas Kabupaten Sumenep tidak terlalu besar dibandingkan dengan daerah penghasil lainnya di Provinsi Jawa Timur. Selain itu dari produksi lifting tersebut terdapat pemotongan dari beberapa komponen antara lain : DMO Fee, Reimbursed PPn, PBB, PDRD, PDRI, dan Fee kegiatan Hulu Migas. Dengan pemotongan tersebut dan ditambah turunnya harga minyak dan gas, maka produksi migas Kabupaten Sumenep dinyatakan nihil/nol karena tidak mencapai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Ditempat terpisah dari hasil konsultasi dan koordinasi di Dirjen Migas Departemen ESDM RI, diperoleh kejelasan, bahwa Menurut penjelasan Direktur Pimpinan Program, HERI PURNOMO, dasar hukum penetapan suatu daerah, sebagai daerah penghasil Minyak Bumi dan Gas Bumi didasarkan pada UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, UU No. 42 Rahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas, UU No. 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas, dan UU No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Adapun definisi daerah yang ditetapkan sebagai penghasil migas antara lain : Daerah yang terdapat lapangan/sumur migas; Daerah yang terdapat produksi migas; Daerah yang terdapat lifting migas; dan Daerah yang menghasilkan penerimaan negara dari migas. Dijelaskan pula bahwa, penerimaan bagi hasil migas terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perolehan dana bagi hasil migas bagi daerah penghasil antara lain : Pertama, Jumlah produksi, (apabila tahun ini jumlah produksinya menurun dari rencana hasil produksi tahun sebelumnya, maka penerimaan juga menurun dari tahun sebelumnya); Kedua, Harga minyak atau gas, (apabila tahun ini harga minyak atau gas turun dari yang telah direncanakan tahun sebelumnya, maka secara otomatis SK Menteri Keuangan dilakukan revisi mengenai penerimaan migas); Dan ketiga, kurs dolar juga mempengaruhi penerimaan hasil migas, karena kurs dolar ke rupiah sama dengan harga minyak dan gas yang menentukan besaran alokasi dana bagi hasil migas. Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dimana penerimaan pertambangan minyak bumi setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya, dibagi dengan imbangan 85 % untuk Pemeritah Pusat dan 15 % untuk Daerah, (dibagi 15 % tersebut, 6 % untuk daerah penghasil, 6 % dibagi rata pada Kabupaten / Kota dalam suatu Provinsi dan 3 % untuk Provinsi). Sedangkan penerimaan pertambangan gas bumi 70 % untuk Pemerintah Pusat dan 30 % untuk Daerah (dari 30 % tersebut, 12 % untuk daerah pengahasil, 12 % dibagi rata pada Kabupaten / Kota dalam suatu Provinsi dan 6 % untuk Provinsi). (Humas Sekretariat DPRD Sumenep)