Media Center, Kamis ( 02/03 ) Kabupaten Sumenep memiliki satu universitas yang sudah berusia lebih dari 30 tahun. Kampus yang dikenal dengan nama Kampus Cemara dan identik dengan warna “Golkar” ini rupanya memiliki sejarah dan benang merah dengan wadah yang kini partai lambang beringin itu.
Sejarah tentang ide pertama dimunculkannya salah satu pusat transfer ilmu modern di Kabupaten paling timur di Nusa Madura ini. Bagi sebagian besar masyarakat Sumenep, secara umum dikenal bahwa Unija didirikan oleh Soegondo yang saat itu menjabat sebagai Bupati Sumenep (periode 1985-1995). Namun secara historis yang sifatnya interpretasi umum, hanya sedikit orang yang mengetahui dengan baik, bahwa ada sosok yang lebih berperan dalam membidani lahirnya Unija.
“Orang itu ialah Kepala Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Kandepdikbud) Kabupaten Sumenep di masa tersebut, yaitu Drs. H. A. Said Hidayat,”kata Ketua Yayasan Unija, Drs. H. Kurniadi Widjaja, M.Si pada Media Center.
Menurut H. Kurniadi, tanpa menafikan peran tokoh-tokoh lainnya, terutama Pak Gondo-panggilan akrab Soegondo, peran H. Said Hidayat sangat penting, yakni penggagas awal. Gagasan ini ditangkap Said pasca lahirnya Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) untuk mendorong program pembangunan sejuta Sekolah Dasar.
Bersumber dari buku “Seperempat Abad Perjalanan Unija” yang disodorkan H. Kurniadi, disebut bahwa pada tanggal 2 Mei 1986, selepas mengikuti upacara Hardiknas, H. Said mengundang sejumlah koleganya untuk membahas gagasannya tersebut. Awalnya, ide nama yang disuguhkan ialah Universitas Nusa Wiyata. Dari sinilah rencana ini kemudian mengalir.
“Dan, secara garis besarnya begini, ide muncul dari Pak H. Said yang dituangkan dalam sebuah perbincangan serius dan mendapat dukungan penuh dari orang nomor satu di Sumenep. Ide nama berasal dari Pak H. Said, yaitu Universitas Nusa Wiyata, yang pada perkembangan lebih lanjut diubah dengan usul salah satu kolega, Bapak Muhammad Hafid, yang memberi pertimbangan nama dengan menggunakan nama-nama Raja Sumenep. Pilihan pun jatuh pada Wiraraja, yang selanjutnya menjadi nama kampus ini,”tambah H. Kurniadi.
Lalu masuk pada logo dan hymne, yang disebut H. Kurniadi ditugaskan pada Baraja, salah satu guru SMAN Sumenep. Sedang rumusan statuta dibuat oleh H. Said. Sementara peran membentuk staf tenaga pengajar diberikan pada H. Kurniadi Widjaja sendiri, dengan memanfaatkan jaringan sesama alumni IIP (Institut Ilmu Pemerintahan) Depdagri RI. “Kebetulan ‘kan saya alumni sana,”imbuhnya.
Setelah dirasa lengkap, para pendiri termasuk bupati Sumenep Soegondo bertolak ke Jakarta menemui Wahono, Ketua DPP Partai Golkar saat itu. Melalui Wahono, para pendiri difasilitasi ke Dirjen Dikti, bahkan Wahono sendiri yang menelpon sang dirjen saat itu.
“Nah, sampai di sini jelas kan, ini juga berkat jaringan tokoh Golkar waktu itu. Dan itu jelas tak bisa dinafikan begitu saja. Makanya jas almamater Unija berwarna kuning. Ini bukan tanpa maksud. Tapi memang karena identik dengan Golkar waktu itu,”kata Kurniadi.
Singkat kata Unija pun berdiri dan awalnya dipusatkan di Gedung SKB (Sanggar Kegiatan Belajar), sebelum akhirnya menempati lokasi kampus saat ini. Lokasi kampus di Desa Patean ini merupakan bekas tanah percaton (kas) Desa Kebunagung dengan status hak pakai yang diperpanjang setiap 25 tahun sekali, terhitung dari terbitnya Sertifikat tanah pada tahun 1999. ( M. Farhan, Esha )