Media Center, Kamis ( 22/10 ) Hilangnya nama Raden Suderma dalam lembar sejarah Sumenep menyisakan pertanyaan panjang. Padahal dalam sebuah arsip surat menyurat, nama Suderma jelas disebut sebagai salah satu adipati Sumenep pada 1705.
Arsip yang diberi judul “Rulers in Asia (1683 – 1811): Attachment to the Database of Diplomatic Letters” ini menyebut Suderma memerintah selama dua tahun.
“Pemerintahan Suderma sangat singkat. Yakni dari 1705-1707,” kata Faiq Nur Fikri, dari Komunitas Sumenep Tempo Doeloe, yang turut menyimpan salinan arsip surat-surat tersebut, Kamis (22/10/2020).
Data tersebut juga menyebut nama Pangeran Aria Cakranegara II sebagai pengganti Suderma sejak 1707 sampai 1737. Lantas apa yang terjadi dengan Suderma di akhir masa pemerintahannya yang super pendek itu?
Dalam sebuah dokumen yang ditulis A. K. A. Gijsberti Hodenpijl, ditemukan keterangan bahwa Suderma ternyata dihabisi alias dibunuh. Dokumen itu diberi judul “De Vermoording Van Den Regent Van Soemenep (25 Augustus 1707)”, yang maknanya “Pembunuhan Bupati Sumenep (25 Agustus 1707)”.
“Dari hasil pembacaan sementara, kegiatan pembunuhan ini direncanakan oleh Susuhunan Matarm dan juga VOC, didukung sama beberapa bangsawan Madura lainnya,” jelas Faiq, narasumber di atas.
Indikasi itu memang bisa dibaca pada paragraf awal tulisan, yang redaksi aslinya berbunyi: “Nadat een jaar te voren de tocht van Govert Cnoll naar Pasaroean was mislukt, lag in Juli 1707 's Compagnies leger te Kartasoera di Ningrat gereed om, versterkt met troepen van den Soesoehoenan, over Kediri naar Pasaroean te trekken, ten einde zoo mogelijk den rondzwervenden Pangeran Adipati Anom, alias Soenan Mas, in handen te krijgen en het gezag van de zonen van Soeropati in den oosthoek van Java te vernietigen”.
Jika ditafsirkan, pembunuhan Suderma kemungkinan besar merupakan bagian dari operasi penghabisan anak keturunan Untung Surapati di Jawa Timur. Surapati sendiri—selain Trunojoyo, memang dikenal sebagai musuh besar Susuhunan Mataram (sejak Mangkurat I hingga II), sekaligus VOC. Dan dianggap sebagai salah satu pihak paling bertanggung jawab dalam tragedi Kartasura.
“Ada indikasi dari VOC bahwa Raden Suderma ini ada main dengan Bupati Pasuruan. Di samping indikasi ada kecenderungan Suderma untuk mengintervensi Pamekasan. Sehingga mungkin dipandang perlu untuk segera dihabisi,” tambahnya.
Sayangnya, informasi ini hampir tidak pernah ditemui dalam catatan kuna Sumenep. Meski dalam “Tjareta Naghara Songenep”, tulisan Kartasoedirdja, setidaknya pernah disebut nama Raden Sudarmo sebagai satu-satunya anak laki-laki Yudanegara, adipati Sumenep 1648-1672. Namun dalam buku itu, Sudarmo malah disebut diasuh Kompeni di Batavia.
Di samping Kartasoedirdja sendiri keliru menyampaikan informasi genealogi tokoh. Suderma—atau Sudarmo dalam ejaan Kartasoedirdja, sejatinya anak dari Raden Ayu Batur, yaitu salah satu dari empat putri Yudanegara. Info ini juga didapat dari dokumen VOC, dan disebut oleh HJ De Graaf dalam salah satu karya bukunya, “Terbunuhnya Kapten Tack”. Padahal dalam banyak sumber catatan genealogi Keraton Sumenep termasuk babad, Batur disebut tak punya keturunan.
“Info-info dalam dokumen VOC ini menarik digunakan sebagai bahan kajian. Namun tentu tidak bisa dipastikan sebagai data paling benar. Perlu kajian serius dan khusus. Termasuk penempatan tahun atau masa berkuasa para adipati,” kata R. Nurul Hidayat, salah satu pemerhati sejarah di Sumenep.
Senada dengan Nurul, Ja’far Shodiq dari Komunitas Ngopi Sejarah (Ngoser) juga sepakat untuk melakukan kajian terhadap data sejarah, khususnya susunan penguasa di Sumenep sejak abad 13 hingga 15, termasuk juga setelahnya hingga awal abad 18.
“Informasi dari dokumen-dokumen lama, termasuk dari arsip VOC juga sangat diperlukan dalam hal ini. Dipadukan dengan catatan-catatan lama, prasasti, peninggalan berupa makam, maupun riwayat tutur lokal,” ujarnya. ( Han, Fer )