News Room, Senin ( 14/04 ) Minimnya infrastruktur dan layanan publik di daerah sering dikeluhkan. Ironisnya, penyebab utama kondisi itu bukan karena kekurangan dana, tapi lemahnya penyerapan belanja. Apalagi, Pemerintah Daerah (Pemda) terlihat kian getol menumpuk dana di perbankan. Direktur Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan Daerah Kementerian Keuangan, Yusrizal Ilyas mengatakan, pengaturan likuidasi kas daerah melalui penempatan dana pada berbagai portofolio invenstasi, memang sah. Namun, itu tetap harus mengingat asas kepatutan. “Sebab, dana publik mestinya digunakan untuk mendanai layanan publik. Buka untuk investasi yang berorientasi kepada keuntungan finansial,”ujarnya dalam laporan evaluasi APBD akhir pekan lalu. Berdasar dana Laporan Perekonomian 2013 pada bagian fiskal daerah yang dirilis Bank Indonesia (BI), daya serap belanja daerah memang rendah. Itu tercermin dari dari posisi rekening simpanan Pemda di perbankan pada akhir 2013 yang mencapai Rp. 181,1 trilyun. Angka tersebut naik jika dibandingkan dengan posisi skhir 2012 yang tercatat sebesar Rp. 166 trilyun. Menurut Yusrizal, besarnya simpanan berjangka menjadi tidak sehat, apabila menghambat pendanaan untuk layanan publik. Karena itu, pihaknya merekomendasi pemerintah untuk membuat aturan tegas yang melarang Pemda menempatkan dana pada instrumen investasi berjangka panjang. “Usul konkret kami adalah simpanan dalam bentuk deposito berjangka waktu 3 bulan atau lebih. Tidak diperkenankan apabila jumlahnya melebihi 3 bulan belanja APBD,”katanya. Dorongan agar Pemda tidak berlama-lama menyimpan dana APBD di instrumen investasi juga harus disertai perbaikan penyerapan anggaran. Apalagi, seretnya penyerapan paling banyak terjadi pada belanja modal yang seharusnya memberikan multiplier effect terbesar bagi perekonomian. “Pemda harus membuat Peraturan Daerah (Perda) untuk memaksa pejabat daerah, agar memiliki keahlian dalam bidang pengadaan. Salah satu diantaranya, melalui sertifikasi pengadaan barang dan jasa sebagai prasyarat jabatan struktural tertentu di Pemda,”jelasnya. Kebijakan fiskal daerah memang harus direformasi. Selain lemahnya penyerapan belanja modal, banyak Pemda yang justru menghabiskan anggaran untuk gaji pegawai. Pantauan BI menunjukkan, pada 2013, total belanja pegawai Pemda di seluruh Indonesia mencapai Rp. 296 trilyun atau 41,9 persen dari belanja daerah. Bahkan, data Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara menyebutkan, terdapat 122 Kabupaten di Indonesia yang menghabiskan 60 persen anggaran untuk belanja pegawai. Di pemerintah pusat, program penyerapan belanja juga harus ditingkatkan. Eksekutif Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan, lemahnya penyerapan belanja pemerintah, terutama pada awal tahun, membuat simpanan kas pemerintah di BI menggunung. “Pada akhir Maret 2014, ada dana milik pemerintah, nganggur sebesar Rp. 206 trilyun,”ujarnya. Karena itu, tambah Purbaya, daripada berencana menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), pemerintah harus terlebih dahulu memperbaiki penyerapan anggaran infrastruktur. Sebab, tidak ada gunanya menambah anggaran subsidi BBM jika dana tersebut akhirnya hanya menumpuk di kas pemerintah. ( JP, Esha )