Sms Pengaduan :
news_img
  • ADMIN
  • 16-06-2015
  • 726 Kali

Penjajahan Budaya, Penjajahan Jilid Dua

News Room, Rabu ( 17/06 ) Persoalan generasi muda mendapat porsi penting dalam kehidupan berbangsa. Karena, masa depan bangsa terletak di pundak mereka. Dan seperti apa rupa bangsa ini kelak, bergantung pada tangan dingin mereka. Sehingga, mempersiapkan generasi-generasi yang tangguh terhadap segala tantangan jaman merupakan perjuangan yang sesungguhnya di era merdeka ini.

“Untuk mempersiapkan itu, kita harus menghadapi era penjajahan jilid dua, yakni penjajahan budaya,”kata Rabi’atul Adawiyah, salah seorang pemerhati budaya dan pendidikan di Sumenep, pada News Room.

Penjajahan jilid dua ini, menurut salah seorang guru di SMP Negeri 1 Saronggi ini banyak bentuknya. Salah satu yang menjadi media masuknya penjajahan tersebut, adalah televisi.

“Dari tivi, generasi kita diajarkan budaya instan. Mereka kemudian lebih suka menonton telenovela ketimbang membaca cerita rakyat, lebih suka menonton berita tivi ketimbang surat kabar, atau buku-buku pengetahuan. Padahal dengan membaca, secara tidak langsung ada interaksi gagasan, antara pembaca dan penulis,”jelas ibu 2 anak ini.

Budaya instan tersebut menurut Rabiatul, pada tataran luas berimbas pada segala lini, sehingga generasi kini lebih suka pada segala sesuatu yang berbau praktis. Mereka lebih suka belanja di supermarket yang bisu ketimbang pasar tradisional yang mengajarkan interaksi sosial melalui tawar-menawar. Mereka lebih suka memencet kalkulator untuk mengetahui akar 81, daripada menghitung secara manual. Akibatnya, ada sesuatu penting yang terlewati oleh mereka, yakni proses.

“Padahal memahami proses itu penting, sehingga seandainya mereka paham, bagaimana proses perjuangan bangsa kita dalam meraih kemerdekaan, niscaya mereka akan tahu, bahwa apa yang kita nikmati saat ini pada hakikatnya merupakan buah pengorbanan orang-orang lain,”tambahnya.

Senada, Amin Djakfar, Ketua LP2M (Lembaga Pengembangan Pendidikan Madura) mengatakan, jika generasi muda saat ini mendapatkan pengaruh-pengaruh negatif dari luar atau yang notabene bukan budaya asli kita, seperti ambil contoh budaya materialisme atau matre kata orang jaman sekarang.

Menurutnya, saat ini semuanya sudah diukur dengan uang. “Mulai dari mau jadi pegawai, sudah main uang. Mau nyalon mulai dari pemilihan RT hingga Presiden, yang namanya money politic jelas tak bisa dihindari,”imbuhnya. ( Farhan, Esha )