Sms Pengaduan :
news_img
  • ADMIN
  • 19-08-2015
  • 430 Kali

Rutinitas Agustusan Sebagai Sarana Tanamkan Cinta Tanah Air

News Room, Kamis ( 20/08 ) Kegiatan-kegiatan tahunan menjelang Agustusan, seperti baris-berbaris, perkemahan, karnaval, hias sepeda dan lainnya, menjadi pemandangan setiap tahun yang menghiasi beberapa tempat di Sumenep. Di desa-desa, biasanya sepekan menjelang HUT Kemerdekaan biasa digelar macam-macam lomba.

Lomba yang digelar mulai tingkat RT, RW, Kampung, hingga Desa. Puncaknya di malam 17 Agustus. Malam terakhir itu juga biasanya ditandai dengan pengumunan dan penyerahan hadiah bagi para juara.

"Saya masih cukup ingat sekitar dekade tahun 1990-an. Lomba-lomba tujuh belasan atau Agustusan itu seperti hari raya saja. Mulai dari anak-anak hingga dewasa semua menyambutnya dan ikut berpartisipasi,"kata Mohammad Mukhlish, seorang pengajar PNS  di Sumenep, pada News Room.

Bagi kalangan pengamat pendidikan, tradisi Agustusan, seperti baris-berbaris yang melibatkan pelajar, memiliki sisi baik dan kurang baik. Namun, setiap orang tentu memiliki perspektif berbeda yang jelas sah-sah saja.

"Bagi yang ikut, jelas merasakan manfaat plus atau negatifnya. Bagi yang tidak ya, tidak merasakan apa-apa. Itu kan memang pilihan, biasanya fisik yang diutamakan seperti tinggi badan, dan lainnya,"kata Ahmad Roziqi, seorang guru.

Tradisi tersebut dinilai Roziqi tak lebih sebagai hiburan semata. Hiburan bagi masyarakat. Meski tak bisa dipungkiri ada yang merasa bosan menontonnya. "Namanya tontonan itu kan yang menarik jika ada yang baru. Kalau sama saja alias itu-itu saja, pasti bosan juga,"tambahnya.

Sebaliknya, ada juga rutinitas tahunan yang itu-itu saja, namun kebanyakan ditunggu-tunggu kedatangannya. Seperti lomba-lomba  di pedesaan. Meski sifatnya juga menghibur, namun banyak nilai-nilai positif yang bisa dipetik.

"Lomba-lomba Agustusan di Desa-desa justru sekarang berkurang. Memang itu kembali pada bagaimana masyarakat memaknai momentum kemerdekaan. Namun, yang jelas apa pun yang kita gelar untuk menyambut itu, yang terpenting kita jangan sampai kehilangan makna penting dari peringatan kemerdekaan itu sendiri,"imbuh Roziqi, seperti yang diungkapkan Mukhlish di atas.

Lomba makan kerupuk, panjat pinang, olahraga, PBB (Peraturan Baris-Berbaris) pada hakikatnya adalah sarana untuk membangkitkan rasa cinta kemerdekaan dan tanah air. Tradisi itu kemasan seperti yang disebut Roziqi, pada hakikatnya untuk diambil nilai-nilai positifnya. Masalah nama atau jenis sebuah tradisi, hanyalah bungkus atau kemasan.

"Bisa jadi, namanya biasa-biasa saja atau malah tidak menarik, tapi isinya bagus. Nah, ini yang kita pungut. Begitu sebaliknya,"pungkas pria yang masih lajang ini sambil tersenyum. ( Farhan, Esha )