Sms Pengaduan :
news_img
  • ADMIN
  • 28-08-2012
  • 515 Kali

Siapkan Rp. 360 Milyar, Berantas Buta Huruf Tahun Depan

News Room, Selasa ( 28/08 ) Penghargaan King Sejong Literacy Prize yang belum lama ini diterima Indonesia dari UNESCO menjadi pelecut semangat pengentasan buta aksara. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menargetkan pada 2015, Indonesia bisa menyandang predikat bebas buta aksara. Menurut Direktur Pendidikan Masyarakat (Dikmas) Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal dan Informal (PAUDNI) Kemendikbud, Ella Yulaelawati di Jakarta kemarin (27/08), target tersebut bisa terwujud, karena tren pengentasan buta aksara di Indonesia per-tahun lebih dari satu juta jiwa. “Bebas buta aksara itu bukan berarti nol, tidak ada yang buta aksara. Itu tidak mungkin,”ucap dia. Ella menuturkan, tahun ini pemerintah bisa menekan angka buta huruf lumayan tinggi. Dia menyebutkan, pada 2010 jumlah penyandang buta aksara di Indonesia mencapai 7,5 juta jiwa. Tapi, setahun berselang, jumlahnya menyusut menjadi 6,5 juta jiwa. “Tahun 2012 masih berjalan. Mudah mudahan hasilnya positif,”ujar Ella. Untuk penuntasanpenyandang buta aksara itu, pemerintah bakal mengucurkan anggaran sebesar Rp. 360 milyar lebih tahun depan. Uang tersebut dikucurkan dalam bentuk dekonsentrasi alias langsung ditranfer ke daerah. Menurut Ella, uang itu terutama akan ditransfer ke daerah-daerah kantong buta aksara. ”Seperti di Jawa Timur atau Jawa Tengah,”kata dia. Selain itu, Kemendikbud menyiapkan anggaran untuk mengentaskan buta aksara di daerah-daerah tertentu yang butuh perhatian khusus. Antara lain, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua. Dia mengharapkan anggaran tersebut bisa digunakan secara efektif untuk pengentasan buta aksara. Menurut Ella, program pengentasan buta aksara di Indonesia membuat UNESCO kepincut, karena berjalan cukup santun. “Kami tidak mengonfrontasi dengan budaya setempat,”terang dia. Contohnya, untuk pengentasan buta aksara di kalangan suku Badui, Ella mengatakan tetap menampung aspirasi masyarakat setempat. Misalnya, pengentasan buta aksara di suku Badui tidak menggunakan sistem pendidikan formal. Sebab, suku Badui menilai bahwa sistem pendidikan formal bisa merusak budaya asli mereka. “Ya kami turuti. Intinya tidak boleh buta aksara terus,”ucap Ella. Selama mengejar target pengentasan buta aksara itu, papar Ella, pemerintah mendapat tantangan besar di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sebab, angka buta aksara di 2 Propinsi tersebut tertinggi se Indonesia. Selain itu, Ella mengatakan bahwa penyebab banyaknya buta aksara di 2 Propinsi tersebut berbeda. Di Jawa Timur, jelas Ella, tingginya buta aksara tidak hanya disebabkan banyaknya penduduk dan kemiskinan, tetapi juga budaya setempat. Dia menuturkan, di Jawa Timur, terutama di daerah tapal kuda dan Madura, masih ada pandangan bahwa bisa baca tulis huruf Arab sudah cukup. “Bahkan, sudah bisa berceramah kemana-mana,“imbuh Ella. Sedangkan buta aksara di Provinsi Jawa Tengah lebih disebabkan banyaknya penduduk dan tingkat pendidikan. Data terakhir pada 2011, di Jawa Tengah ada sebanyak 986.179 penyandang buta aksara. ( JP, Indra, Esha )