Sms Pengaduan :
news_img
  • ADMIN
  • 11-08-2017
  • 3513 Kali

Situs Asta Tinggi Dan Pernak-Pernik Sejarah Sumenep

Media Center, Jumat ( 11/08 ) Pemakaman Raja-raja Sumenep atau Asta Tinggi merupakan salah satu situs penting di Sumenep. Dibangun pertama kali di kurun 1600-an Masehi. Kompleks keramat ini jelas lebih tua dari bangunan keraton di Kelurahan Pajagalan, dan Masjid Jami’ Panembahan Sumolo.

“Yang pertama kali dimakamkan di sana ialah Tumenggung Anggadipa atau Pangeran Anggadipa,”kata RB. Nurul Hidayat, salah satu pemerhati sejarah muda Sumenep, pada Media Center.

Anggadipa merupakan bangsawan Jepara yang ditunjuk kerajaan Mataram untuk mengisi kevakuman pemerintahan di ujung pulau Garam. Kevakuman akibat invasi Sultan Agung ke Madura.

“Dari ujung barat, penguasa di Madura banyak yang gugur. Di Sumenep ialah Pangeran Cakranegara, ayah Raden Bugan,” kata Gus Nurul.

Konon, Pangeran Anggadipa sangat betah di Sumenep. Hal itu terbukti setelah beliau diberhentikan dengan hormat oleh Mataram, sang pangeran tidak kembali ke tanah tumpah darahnya di Jepara. Beliau bersama keluarganya tetap tinggal di Sumenep hingga akhir hayatnya.

Nah, setelah wafat beliau dikebumikan di bukit yang terletak di Desa Kebunagung, yaitu lokasi Asta Tinggi saat ini. Waktu itu pemakaman raja-raja dinasti sebelumnya di Kelurahan Karangduak sekarang. Yaitu kompleks Asta Sabu, bekas keraton Tumenggung Kanduruhan.

“Jadi mungkin saat itu statusnya sudah sebagai rakyat biasa. Namun, tetap dihormati masyarakat karena dikenal sebagai adipati yang dekat dengan rakyat,”kata Nurul.

Setelah pemerintahan kembali ke tangan Raden Bugan alias Tumenggung Yudonegoro dan keturunannya, banyak penguasa dinasti Bugan yang dimakamkan di samping Pangeran Anggadipa. Jadilah kemudian kompleks itu sebagai pemakaman raja-raja Sumenep. Namun, belum diketahui secara pasti sebutan Asta Tinggi itu sejak kapan.

“Mungkin sejak mulai ditempati sebagai pemakaman Raja-raja keluarga Yudonegoro. Yaitu sejak Pangeran Sepuh Wirosari dan Pangeran Pulangjiwo,”jelas Nurul.

Alasan Nurul, di masa Sultan Abdurrahman dari dinasti Saut, dibangunlah kompleks baru di sebelah timur. Kompleks itu dikenal dengan sebutan “Asta Raja”.

“Kompleks yang dibangun Sultan untuk menghormati ayahnya, Panembahan Sumolo, penguasa Sumenep yang pertama kali dimakamkan di Asta Raja,”imbuhnya.

Sementara bagian pagar yang mengelilingi Asta Tinggi dibangun oleh salah satu Demang atau Walikota di Ambunten, Raden Demang Singoleksono alias Kiai Macan Ambunten. Salah satu tokoh keraton dari keluarga dinasti Bugan. Tokoh ini dikenal juga sebagai waliyullah. Pihak keraton Sumenep bahkan selalu meminta nasihatnya untuk perkara-perkara sulit.

“Konon, susunan batu itu dengan karomah Kiai Macan, disusun tanpa perekat dari campuran tanah atau sesuatu yang bisa membuat kokoh seperti semen sekarang,”kata Nurul.

Susunan batu itu dianggap oleh banyak kalangan semacam juga pagar yang mengandung kekuatan gaib. Dan memang lokasi atau area Asta Tinggi sejak dahulu memang dikenal angker dan keramat. Bahkan, riwayat masyhur, hewan berupa burung saja yang terbang di atas bumi kompleks Asta Tinggi langsung jatuh.

Sejak masa dinasti Saut, Asta Tinggi diserahkan perawatannya pada penjaga-penjaga yang dipilih dan ditunjuk keraton. Mereka lantas diberi tanah cato yang sifatnya hak pakai, dan tak boleh dijual. Untuk kebijakan di dalamnya tetap diatur oleh kalangan bangsawan dinasti Saut.

Tahun 1960-an saat Kepala Penjaga Asta Tinggi dipegang oleh RB. Ibrahim, di sekitar kompleks mulai diberi penghijauan. Menurut cucu Ibrahim, RB. Ruska, yang ditanam berupa pohon cemara.

“Mungkin agar lebih teduh. Dan lagi cemara kan tidak mengotori jalan. Pemangkasannya juga biasanya setiap tahun saja. Apalagi di pelataran Asta Tinggi biasa digunakan oleh pemerintah daerah untuk kegiatan seremonial, seperti renungan suci setiap Agustusan, sampai TMP Jokotole dipugar,” terang Ruska. ( M. Farhan, Esha )