Sms Pengaduan :
news_img
  • ADMIN
  • 17-05-2015
  • 1052 Kali

Waspadai Buku Terjemahan Dengan Sikap Selektif

News Room, Senin ( 18/05 ) Dewasa ini, buku-buku menyerbu ruang-ruang kosong dalam dunia literatur kita. Fenomena ini merupakan kebangkitan ilmu sekaligus boomerang bagi generasi yang tidak selektif memilih mana buku baik untuk dikonsumsi dengan mana yang tidak.

“Sebenarnya ini efek yang normal dari kebebasan dalam era reformasi. Jadi, ini bukan suatu yang luar biasa, namun perlu mewaspadai masuknya pengaruh-pengaruh pemikiran yang tidak selaras, terutama dengan Ahlussunnah wal Jamaah atau mayoritas ulama,”kata salah seorang tokoh muda Sumenep, H. Ahmad Halimy, pada News Room.

Menurut salah satu pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin (Robin) Desa Kolor, Kecamatan Kota Sumenep ini, salah satu efek negatif lain dari bebasnya peredaran buku saat ini, ialah adanya sesuatu hal yang sifatnya distortif.

Hal itu banyak terdapat dalam buku-buku yang notabene merupakan buku terjemahan dari kitab-kitab klasik berbahasa Arab.

“Saya pernah membeli buku berjudul Hegemoni Quraisy. Judulnya provokatif, setelah saya membaca judul aslinya ternyata tak seprovokatif judul terjemahan. Judul aslinya kalau diterjemah maknanya kira-kira, Quraisy : dari qobilah menjadi daulah (dari suku menjadi negara).

Judul provokatif yang sama saya dapati di buku Muhammad Syahrur. Judulnya Dirosah Quraniyyah (studi quran) diterjemah menjadi Tirani Islam. Entah apa pertimbangannya,”kata Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Sumenep ini.

Oleh karena itu, menurut Kiai Halimi, pembaca buku terjemah juga harus paham, jika buku yang dibacanya itu tidak akan pernah bisa mewakili maksud dari pengarang kitab asli. Pembaca juga dimintanya, agar menyadari bahwa buku terjemah yang dibacanya bukan satu-satunya terjemahan yang valid. “Bahkan bisa jadi sudah disesuaikan dengan pemahaman penerjemah,”jelasnya.

Namun, Halimy juga mengatakan bahwa, adanya buku terjemahan kitab klasik berbahasa Arab sangatlah bagus dan besar manfaatnya bagi umat Islam. Semakin banyak terbit terjemahan-terjemahan kitab-kitab klasik, disebutnya semakin baik.

Hal itu dikarenakan memang sulit menyebarkan pemikiran agama Islam secara luas. Mengingat tidak setiap umat Islam bisa mengerti dan memahami bahasa Arab.

“Selama tidak distortif, tidak memecah belah umat, serta tidak membingungkan, apalagi sampai menyeret umat mengikuti aliran-aliran yang salah, buku terjemahan sangat bagus dan sangat dibutuhkan,” tambahnya.

Oleh karena itu, Halimy berpesan agar generasi-generasi muda Islam yang mempelajari ilmu agama dari buku-buku terjemah, maupun situs-situs online, agar selalu berkonsultasi dengan guru yang benar-benar alim dan ahli di bidangnya, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan dari buku-buku terjemahan itu bisa dihindari.

“Dalam Al-Quran sudah diajarkan, fas~alu aladzdzikri inkuntum laa tak lamuun, bertanyalah kepada orang yang memiliki pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui. Jadi, kalau mendapat informasi dari buku-buku terjemah, internet dan lainnya yang isinya tidak seperti pendapat mayoritas, itu perlu dikonsultasikan pada ahlinya,”tutupnya. ( Farhan, Esha )