Media Center, Senin ( 05/03 ) Dari sejarah lisan, batik, berasal dari dalam tembok keraton. Meski hampir semua literatur dan narasumber mengenai sejarah batik di Sumenep tidak bisa memberikan bukti otentik dan sahih mengenai kapan mulai ada batik di Sumenep.
“Hanya perkiraan. Tidak ada keterangan mengenai waktu awal mulanya,”kata Budayawan Madura, Edhi Setiawan, beberapa waktu lalu.
Namun Edhi memastikan, bahwa batik sejatinya bukan berasal dari Madura, termasuk Sumenep dan Pamekasan, yang memang dewasa ini dikenal dengan batiknya. Batik disebutnya berasal dari tanah Jawa. Ceritanya, dulu, di masa keratonisasi, keluarga keraton memang sengaja mendatangkan ahli membuat batik dari kalangan keraton di Jawa. Yang pada perkembangan selanjutnya, keahlian itu lantas dimiliki oleh keluarga Keraton Sumenep, dan di situ melahirkan para pengrajin batik. Namun tetap dalam tembok keraton sebagai ruang lingkupnya.
“Sehingga dulu, di masa itu, yang bisa membuat batik dan memakai busana dari batik, ya hanya keluarga bangsawan. Kenapa? Karena batik dulu merupakan barang mewah. Sekaligus mahal. Rakyat kala itu mana mampu membeli batik. Coba saja lihat foto-foto masa lalu. Mana ada kalangan kawula atau rakyat kebanyakan yang memakai batik,” kata salah satu tim penulis buku Sejarah Sumenep, terbitan Disparbud (sekarang Disbudparpora) tahun 2003 ini.
Namun, seiiring dengan runtuhnya masa feodal, keraton “dihapus”, batik mulai lepas dari kerangkengnya. Batik keluar dari kungkungan tembok keraton. Seni dan kerajinan ini lantas “diselamatkan” oleh orang-orang di luar tembok. Karena tangan-tangan keluarga keraton sudah tidak lagi kuat mencengkram beberapa budaya papan atas. Maka batik lantas menjadi konsumsi umum. Semua orang bisa mendapatkan batik. Salah satunya juga imbas dari hukum ekonomi pasar. Produksi batik melimpah. Sudah bukan lagi barang berkelas dan mewah.
Namun, meski begitu, perputaran roda jaman, membuat batik kembali ke permukaan. Kendati kini kembali bernilai tinggi, namun batik tidak kembali ke tembok keraton. Batik tetap merakyat. Hanya, meski dulu batik kurang menarik, khususnya di kalangan muda, sebaliknya kini batik populer di segala usia.
“Hanya memang beda antara batik Sumenep dan Pamekasan. Perbedaan paling mencolok ialah warna,” kata Edhi.
Batik Sumenep memang tidak seperti batik Pamekasan yang identik dengan warna cerah alias ngejreng. Batik Sumenep menurut Edhi, menyimbolkan karakter orang Sumenep yang agak soft, alias lembut, sehingga pilihan warnanya agak kurang cerah, namun tetap lembut dipandang.
Dewasa ini, sentra batik di Sumenep berada di Desa Pakandangan Barat, Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Menurut pemerhati batik di Sumenep, Rani, sentra batik di situ tergolong paling tua di Sumenep, pasca memudarnya era keraton. Otomatis sudah terbentuk sejak jaman kolonial. Namun, sekali lagi tak bisa dipastikan tahun berdirinya. “Namun tetap tradisi keratonnya kental. Seperti motif kipas yang sudah ada sejak dekade ketiga 1900-an,” kata Rani.
Nah, jika batik bukan asli Madura, namun populer di pulau garam ini, apa tidak adakah kerajinan tangan yang memang original? Tentu ada. Edhi Setiawan menyebut itu kerajinan tenun. “Kalau tenun memang asli Madura,” katanya. ( M. Farhan M, Esha )