Media Center, Selasa ( 09/11 ) Satu Data Provinsi Jawa Timur merupakan kebijakan tata kelola data pemerintahan lingkup provinsi bertujuan untuk mewujudkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, terintegrasi, dan dapat diakses oleh pengguna data, sebagai dasar perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengendalian pembangunan.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Timur Nomor 81 Tahun 2020 tentang Satu Data Provinsi Jawa Timur dan selaras dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.
Guna mendukung program satu data Indonesia dan terlaksananya koordinasi serta penguatan database Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Timur menggelar Rapat Pembinaan dan Pemanfaatan Data dan Informasi Pemerintah Daerah bidang Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten/Kota di Surabaya, Senin (08/11/2021) kemarin.
Rapat yang dipimpin langsung oleh Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur Ir. Muhammad Yasin, M.Si menghadirkan narasumber kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur Dadang Hardiwan, S.Si, M.Si dan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Jawa Timur Dr. Hudiyono, M.Si. Kegiatan tersebut digelar tetap menerapkan Protokol Kesehatan (Prokes) yang ketat dengan menggunakan aplikasi Peduli Lindungi.
Selain itu, Rapat tersebut mengundang seluruh pemerintahan kabupaten dan kota se-Jawa Timur termasuk juga hadir sebagai peserta dari Bappeda Kabupaten Sumenep dan Diskominfo.
Dalam sambutannya Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur, Ir. Muhammad Yasin, M.Si menyampaikan bahwa pelaksana satu data merupakan satu kesatuan mandiri yang terdiri atas Pembina Data, Wali Data, dan Produsen Data dan secara bersama-sama menjalankan fungsi operasional dan teknis.
“Data pemerintahan daerah adalah data sektoral yang dihasilkan dari masing-masing Perangkat Daerah, mereka adalah produsen data yang dikumpulkan, dikompilasi oleh Wali Data dari Diskominfo, dan penggunanya adalah Bappeda untuk perencanaan pembangunan sebagai Pembina Data,” terangnya.
Berdasarkan evaluasi keterisian yang dilakukan, ia menemukan beberapa kendala dan tantangan yang perlu diselesaikan bersama, di antaranya pertama perbedaan definisi operasional, metode perhitungan, satuan, dan kedalaman data pada suatu elemen data.
Kedua, sulitnya mendapatkan data dengan jenis dan kedalaman tertentu, karena keterbatasan kewenangan. Ketiga, adanya berbagai versi data pada suatu elemen data. Keempat, sulitnya mendapatkan data lintas Perangkat Daerah, lintas wilayah, maupun lintas tingkatan pemerintahan.
Untuk itu, perlu disusun strategi dan arah kebijakan bersama dengan membentuk forum data daerah, berkoordinasi dengan BPS, dan meningkatkan pemanfaatan SIPD.
“Dalam forum data daerah ini perlu pembagian tugas secara umum serta dilakukan penentuan peran dan tanggung jawab Perangkat Daerah selaku produsen data atas data yang menjadi kewenangannya,” ungkapnya.
Yasin menambahkan, dalam melakukan pembinaan data perlu bekerja sama dengan BPS agar data yang dihimpun oleh daerah sesuai dengan prinsip Satu Data Indonesia serta meningkatkan pemanfaatan dan pengelolaan data dalam SIPD untuk penyusunan dokumen perencanaan pembangunan. ( Miko, Fer )