Media Center, Senin ( 13/11 ) Lahir dengan nama Raden Bambang Sutiknya. Tak ada keterangan pasti,
kapan beliau dilahirkan. Beliau hanya tercatat sebagai putra sulung
Raden Tumenggung Kolonel atau Tumenggung Kornel, salah satu putra
Panembahan Sumolo, Raja Sumenep, dari isterinya, putri Adipati Sidayu. Catatan lain yang tak kalah pentingnya, Bambang Sutiknya memainkan
peran penting dalam peradaban baru di Kawasan Tapal Kuda. Meliputi
Besuki, Situbondo, Blambangan hingga Probolinggo.
“Beliau adalah Adipati pertama Besuki,”kata RB. Muhlis, salah satu pemerhati sejarah Sumenep, pada Media Center.
Bagaimana kisahnya? Menurut Muhlis,
Sutiknya lahir di Sumenep dari seorang ibu
berkebangsaan Cina. Sang ibu bermarga Han. Gadis putri saudagar kaya
berpengaruh di Besuki. Seorang Cina muslim yang bernama Han Soe Ki. Di waktu kecil, Sutiknya sepertinya tak lama di Sumenep.
Meski di masa remajanya, beliau dikisahkan mengikuti ayahnya Tumenggung
Kornel dalam beberapa ekspedisi perang.
“Beliau sejak muda dikenal cerdas dan tangkas. Di usianya yang remaja sudah dikenal sebagai pendekar pilih tanding, sehingga diriwayatkan sering mendampingi ayahnya dalam sejumlah peperangan,”imbuh Muhlis, yang salah satu nenek buyutnya adalah cucu Sutiknya.
Kenyataan ini lantas menyibakkan versi
lain dari masa kecil Pangeran Sutiknya. Menurut RB. Nurul Hidayat,
kemungkinan besar Sutiknya tidak dibesarkan di Sumenep. “Beliau memang
tidak mustahil lahir di Sumenep. Ayahnya adalah seorang Pangeran. Namun
salah satu sumber menyatakan jika beliau di waktu kecil memakai nama
Cina, Han Soe Tik. Jadi kemungkinan besar masa kecilnya bersama keluarga
dari pihak ibu,”kata Nurul.
Sutiknya kecil dikisahkan memiliki
bentuk tubuh dan rupa layaknya orang Cina. Tubuhnya tegap, berkulit
kuning dan bermata sipit. Beliau juga berpakaian model Cina dengan
rambut dikuncir. Kedudukannya sebagai cucu Raja Sumenep yang dulu
menguasai Tapal Kuda sekaligus cucu saudagar kaya yang disegani Belanda,
membuat Sutiknya memiliki pengaruh besar di Besuki.
“Konon, waktu itu Besuki kakek Pangeran Sutiknya, Han Soe Ki, pemilik
hak gadai. Tahun 1770-an Besuki digadaikan oleh Belanda ke Han Boe Sing. Tak jelas
hubungan keduanya. Mungkin saudara atau mungkin ayah dan anak,”imbuh
Nurul.
Diduga, Belanda menggadaikan wilayah Besuki karena membutuhkan uang dalam jumlah banyak. Namun, belum ditemukan fakta berapa nilai uang yang diterima Belanda saat itu. Karena Besuki berada di bawah kekuasaan Han Boei Sing, maka diangkatlah seorang wali dengan pangkat Ronggo di Besuki dan berlanjut hingga sekitar 6 Ronggo. Ronggo di sini merupakan pangkat.
Besuki kemudian ditebus oleh Gubernur
Jenderal Raffles pada tahun 1813 senilai 618.720 Gulden (berdasarkan
catatan yang ditulis J. Hageman, J. Cz. dengan titel Soerabaia, Februari
1864). Pengaruh Han Soe Tik di Besuki tetap tak hilang, kendati
Besuki ditebus kembali oleh Belanda, Sutiknya yang cerdas berhasil
memperoleh dukungan politik (dari pihak keluarga ibunya). Dukungan itu
lantas membawanya ke kursi Adipati Besuki yang pertama, dengan gelar
Pangeran Adipati Aria Prawiraadiningrat I.
“Beliau menjadikan kediaman kakeknya sebagai pusat pemerintahannya. Sebuah rumah yang kental dengan corak dan budaya Cina,”kata Nurul.
Tak berhenti di situ,
pengaruh Sutiknya terus berkibar. Salah satu putranya, Kangjeng Pandu
(Raden Tumenggung Ario Pandu Suryoatmojo) menjadi Bupati Panarukan
pertama, lalu pusat pemerintahan pindah ke Situbondo. Sutiknya sendiri
wafat di tahun 1830, dan diganti putra sulungnya, Tumenggung Wongso
alias Raden Adipati Ario Prawiraadiningrat II.
“Hingga
berpuluh-puluh tahun kemudian, anak dan menantu, serta keturunan
Sutiknya memegang pengaruh dan kekuasaan hingga Probolinggo, dan
lain-lain, atau Tapal Kuda pada umumnya,”imbuh Nurul.
Pada hakikatnya, penguasaan daerah Tapal Kuda oleh Sutiknya merupakan jilid ke dua. Di masa lampau, Pangeran Jimat alias Cakranegara III, penguasa Sumenep melebarkan kekuasaan hingga wilayah Tapal Kuda. Wilayah kekuasaan itu bertahan hingga Panembahan Sumolo, kakek Pangeran Sutiknya. Namun, Sumolo menukarnya dengan gugusan pulau yang hingga kini menjadi bagian dari Sumenep.
“Panembahan Sumolo bisa dikata
visioner sejati. Implikasi dari keputusannya patut diacungi jutaan
jempol. Tapal Kuda tetap di bawah kekuasaan Sumenep dengan naiknya
Sutiknya ke puncak kekuasaan di Besuki,”tutup Nurul. ( M. Farhan, Esha )