News Room, Jumat ( 10/08 ) Melaksanakan Ibadah seperti ibadah sholat, puasa, zakat, berhaji dan berbagai ibadah lainnya yang diperintahkan Allah SWT, harus dilakukan semata-mata karena ketundukan manusia kepada sang Kholiq. Suka maupun tidak suka, mengerti maksudnya maupun tidak, ketika merupakan perintah yang harus dilaksanakan tentu harus dilakukan oleh orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah SWT. Demikian salah satu tausiyah KH. Khafifuddin Muhajin, M.Ag pada pengajian umum Ramadhan 1433 Hijriyah yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Sumenep, Jumat (10/08) di Gedung KOPRI Sumenep. Penasehat Ponpes Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo ini mengajak jamaah dari kalangan PNS, TNI, Polri serta para pejabat Pemerintah Kabupaten Sumenep, untuk melaksanakan ibadah karena ketundukan semata-mata kepada Allah SWT. Sementara pengajian yang dihadiri Bupati Sumenep, Drs. KH. A. Busyro Karim, M.Si dan Sekretaris Daerah, Drs. H. Moh. Saleh, M.Si ini dikemas berbeda dengan pengajian sebelumnya. Karena, KH. Khafifudin menerima tanya jawab, yang salah satunya tentang kebingungan ummat terkait berbedaan penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawal yang terjadi seperti tahun ini. Bahkan terkait malam Lailatul Qodar yang merupakan malam istimewa, dengan awal penentuan tanggal 1 yang sudah berbeda. “Dalam ketentuan berpuasalah ketika melihat bulan (1 Ramadhan) dan mengakhirinya ketika melihat bulan (1 Syawal), dan jika tidak bisa dilakukan dengan cara apapun karena mendung dan sebagainya, maka sempurnakanlah puasa menjadi 30 hari.”ujarnya. Jadi tegas KH. Khafifudin, sebuah perbedaan tidak perlu diperdebatkan, dan melaksanakan sesuai dengan yang diyakininya. Dan, untuk melaksanakan ibadah pada malam Lailatul Qodar merupakan rahasia Allah SWT, yang memang tidak semua manusia mengetahuinya. Sebab, jika ditentukan, manusia akan condong melaksanakan ibadah hanya malam itu saja, karena pahalanya digandakan bertahun-tahun. Pertanyaan lain yang dijawab, terkait dengan perilaku gaibah maupun perilaku jelek lainnya selama melaksanakan puasa harus dibentengi, meskipun tidak sampai membatalkan puasa, namun pahalanya akan hilang dan sia-sia. Padahal puasa adalah menahan diri untuk tidak melakukan sebuah perbuatan yang tidak baik. “Dan terkait dengan doa kepada Allah SWT, terkadang bukan tidak dikabulkan. Namun, caranya yang memang tidak seperti yang diinginkan manusia. Namun, Allah SWT memilki cara lain yang lebih baik dalam mengabulkan doa hambanya.”tambahnya. ( Ren, Esha )