News Room, Jumat ( 22/11 ) Tidak mau kian dipusingkan dengan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) yang melanda kecamatan kepulauan selama berbulan-bulan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep segera memanggil pengelola APMS (Agen Premium Minyak dan Solar), baik yang berada di Masalembu maupun Arjasa (Pulau Kangean). Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sumenep, Drs. Hadi Soetarto, M.Si menjelaskan, kelangkaan BBM di Kecamatan kepulauan itu, sebenarnya bukan karena kuota yang tidak memenuhi kebutuhan, melainkan pola pendistribusian yang dilakukan pengelola APMS di luar ketentuan. “Sesuai investigasi di lapangan, memang ditemukan fakta, kalau kelangkaan BBM di kepulauan itu bukan disebabkan kurangnya kuota, tapi pola pendistribusian oleh pengelola APMS, baik di Masalembu maupun Arjasa itu di luar ketentuan, yakni tidak melalui dispenser,”kata Sekda Kabupaten Sumenep, Jumat (22/11). Untuk mengatasi persoalan BBM agar tidak berkepanjangan, lanjut Sekda, dijadwalkan pekan depan Pemkab akan memanggil para pengelola APMS tersebut. “Kami akan menanyakan banyak kepada para pengelola APMS itu, terutama menyangkut pola pendistribusian BBM di kepulauan. Karena, sesuai hasil pertemuan dengan Pertamina Depo Camplong, Senin (18/11) kemarin, katanya dulu ada kesepakatan prosentase penyaluran BBM kepulauan, yakni 65 persen masuk dispenser, dan 35 persen ke Sub Agen. Kita masih menelusuri dokumen itu,”terangnya. Menurut Sekda, kesepakatan itu jelas menyalahi kebijakan Bupati Sumenep. Mestinya 100 persen BBM tersebut harus masuk terlebih dahulu ke dispenser, baru disalurkan ke Sub Agen dan konsumen lainnya. “Kita mencoba meminta dokumen ke Pertamina, dan Bagian Perekonomian juga tengah mencari keberadaan dokumen itu. Kalau nantinya ada, pasti kita evaluasi, karena kesepakatan itu bukan dilakukan perorangan, tapi harus melibatkan Pemkab. Akan tetapi kalau ternyata kesepakatan itu tidak tertulis, ya kami akan rubah pola yang selama ini dilakukan pengelola APMS,”ungkapnya. Seperti diberitakan, kelangkaan BBM berkepanjangan terjadi hampir merata di semua wilayah kepulauan Sumenep. Bahkan harganya melambung, mencapai Rp. 25.000,00 hingga 30.000,00 per-liter. Itupun hanya sebatas pada harga, namun barang tidak ada. Keberadaan APMS dianggap tidak membantu menyelesaikan kebutuhan masyarakat akan BBM, karena tidak menjual melalui dispencer. ( Nita, Esha )