News Room, Jum’at ( 06/06 ) Sebanyak 15 penggarap lahan pegaraman (eks pemilik) PT. Garam Persero Kalianget, Sumenep, mengaku sangat dirugikan oleh Yayasan Al-Jihad. Pasalnya, sejak tahun 2006 lalu, lahan garam untuk digarap dikurangi secara sepihak sebanyak 9 hektar, yang semestinya 17 hektar menjadi 8 hektar. Bahkan, kontrak lahan garap pegaraman pada tahun 2007 kemarin hingga saat ini juga ditahan, sehingga lahan garap yang dijanjikan sebanyak 11 hektar belum teralisasi, dan petani garam tidak bisa beraktifitas. Salah seorang penggarap lahan, Siyamo (60), warga Desa Nambakor Kecamatan Saronggi, mengaku tidak habis pikir terhadap keinginan Yayasan Al-Jihad, yang melakukan pengurangan lahan garap tersebut, kemudian yang menjadi persoalan konkrit, kenapa sampai detik ini kontrak lahan garap pegaraman belum diberikan kepada anggotanya. “Saya sudah mencoba koordinasi dengan PT. Garam, dan ternyata surat kontrak 2007 lalu sudah diberikan kepada Yayasan Al-Jihad. Ada apa ini ?,†ujarnya. Siyamo mengatakan, seharusnya ini tidak perlu terjadi, mengingat kontrak lahan garap pegaraman sudah berjalan sejak tahun 2001 lalu. Sebab, biaya yang dikeluarkan untuk menggarap lahan tersebut sangat besar sekali. “Saya lihat, kinerja yayasan yang melakukan pendataan ulang pada tahun 2006, terhadap lahan garap pegaraman itu kurang proposional, karena pihaknya banyak dirugikan, selain lahan dikurangi, lokainya selalu dipindah-pindah,†tegasnya. Sementara itu, Ketua Yayasan Al-Jihad, Imam Sutarjo membenarkan, jika kontrak lahan garap untuk tahun 2007 lalu bagi kelompok tersebut masih ditahan. Sebab, mereka tidak mematuhi aturan main dalam yayasan. Ketika penataan lahan garap berhasil dilakukan, yang bersangkutan enggan mengajukan surat kontrak lahan garap pegaraman tersebut, namun setelah didesak oleh Tim Muspida, baru kontrak diajukan. “Apa itu etis dilakukan dalam sebuah organisasi?,†paparnya. Bahkan, yang paling menguatkan kontrak itu tidak diberikan, yakni mereka tidak mau membayar kewajibannya sebagai sewa kontrak sebesar Rp. 100.000,00 per-hektar. “Setelah itu, saya dilaporkan ke Komnas HAM. Apa gak marah saya,†tegasnya. Imam menyatakan, kontrak lahan garap pegaraman itu tidak akan diberikan, sebelum mereka melengkapi semua persyaratan yang diajukan. Sebab, upaya pemetaan lahan garap pegaraman sebanyak 140 hektar kepada 132 petani itu tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan. ( Nita, Esha )