Sms Pengaduan :
news_img
  • ADMIN
  • 03-03-2016
  • 814 Kali

Pengamat : Stop Katrolisasi Dan Mark Up Nilai Dalam KKM

News Room, Jumat ( 04/03 ) Tak hanya murid dan walinya yang “dirugikan” sekaligus “ditipu” KKM dalam Kurikulum Pendidikan tahun 2013, para eksekutor nilai yang dalam hal ini para guru juga sering dibuat kerepotan. Ujung-ujungnya, sekolahpun bakal kena sanksi moral ketika nilai siswanya tak sesuai KKM. Malah tidak sedikit yang kemudian berfikir jika sekolah dan segenap civitasnya ikut menanggung getah KKM.

“Ya, sekolah kan gak mau jika disebut sekolah yang tak berhasil. Dampaknya kan luas. Masyarakat tidak lagi percaya untuk menitipkan putra-putrinya. Nah, ketika sekolah minim murid, ya otomatis dana BOS jadi berkurang. Realistis saja-lah,”kata salah satu pengamat Pendidikan di Sumenep, Amin Djakfar, M. Pd, pada Media Center.

Di sinilah kemudian dilakukan pengkatrolan atau yang diistilahkan Amin sebagai “mark up” nilai. Hal yang disebutnya biasa terjadi kepada seorang siswa yang berulang-ulang remedial tapi tetap nilainya kecil.

“Di sana muncul tekanan dan paksaan, agar guru memberikan nilai minimal sama dengan standar KKM yang telah ditentukan di sekolah tersebut. Nah, lalu bagaimana dengan siswa yang betul-betul mendapat nilai sesuai KKM tanpa remidial, tapi sama nilainya dengan nilai siswa yang di bawah standar, namun berubah setelah remidial ? Dimana letak kejujuran dan keadilannya ?,”imbuhnya.

Oleh karena itu, Amin berharap ke depan harus ada pengkajian ulang terhadap sistem KKM saat ini. Pasalnya, tiap tahun KKM ditingkatkan. "Masalahnya, kalau terus naik KKM-nya lalu bagaimana menerapkannya ?. Tapi yang lebih penting lagi, stop katrolisasi dan mark up nilai dalam KKM,”katanya.

Terpisah, salah satu wali murid di Sumenep, Imamiyah mengaku kurang setuju dengan KKM dalam Kurikulum Pendidikan 2013. Alasan Imamiyah, hal itu justru membuat sekolah tidak sehat, karena menerapkan KKM agar dianggap sekolah bermutu. “Ya tidak ketahuan mana siswa yang pandai dengan yang tidak, orang semua yang tidak tuntas itu dibuat-buat agar tuntas,”katanya, pedas. Senada dengan Imamiyah, salah satu guru sekolah swasta di Sumenep (sebut saja Hari) mengatakan jika KKM menerapkan ilmu simsalabim.

Maksud Hari, dengan adanya KKM, guru tetap tidak repot jika menghadapi siswa yang kurang pandai atau bodoh sekalipun. “Ya cukup simsalabim, lalu tuntas,”katanya sambil tersenyum. Namun ibarat benda, seperti yang diungkapkan salah satu pemerhati pendidikan lainnya, Rabiatul Adawiyah, S.Pd, semuanya memiliki berbagai sisi, yang secara sederhana dibagi antara sisi plus dan minusnya. Begitu juga dengan KKM K13.

Paling tidak, menurut Rabiatul, jika benar-benar diterapkan secara jujur dan adil, KKM 75 tersebut akan mampu menaikkan kualitas pendidikan di Negara ini. “Siswa dituntut harus pintar. Misalnya soal ulangan yang jumlahnya ada 10, itu kan minimal harus salah dua, agar bisa dapat nilai 80. Kalau salah 3 saja, kan nilai 70 sudah tak tuntas. Kuncinya, ya harus belajar yang giat bagi siswa. Bagi guru bagaimana caranya membuat siswa itu mau menjadi lebih giat lagi belajar agar bisa pintar,”katanya. ( Farhan, Esha )